Arga mengayuh perahu kayunya dengan tekun, mengikuti petunjuk yang telah diberikan oleh Naga Laut. Ombak yang awalnya tenang kini mulai bergejolak, menciptakan tantangan tersendiri bagi Arga. Namun, semangatnya tak terbantahkan; ia tahu betapa pentingnya misi ini.
Setelah mengarungi lautan selama beberapa jam, terlihatlah Pulau Terlarang di kejauhan. Pulau itu dikelilingi oleh karang tajam dan bayangan siang yang gelap. Semakin dekat Arga mendekati pulau, semakin ia merasakan aura misterius yang menyelimuti tempat itu. Walaupun rasa takut menggerayangi hatinya, ia meneguhkan niatnya untuk menghadapi Bima, si Penyu Pemburu.
Tak lama kemudian, Arga berhasil merapatkan perahu ke pantai berpasir yang gelap. Dari kejauhan, dia melihat jejak kaki yang sangat besar mengarah ke hutan lebat di pulau itu. “Itu pasti jejak Bima,” bisiknya. Dengan penuh keberanian, Arga mengikuti jejak tersebut.
Hutan di dalam pulau terasa mencekam, suara-suara binatang liar dan dedaunan yang berdesir menggema di telinganya. Semakin jauh memasuki hutan, semakin tebal pepohonan yang menutupi cahaya matahari. Akhirnya, ia tiba di sebuah gua besar yang hanya bisa dilihat dari dekat.
Di depan gua itu, terlihat hewan yang sangat besar — seekor Penyu Raksasa dengan cangkang keras, menjaganya dengan penuh kewaspadaan. Arga menelan ludah, namun ia ingat pada misi yang harus diselesaikannya. “Bima, aku datang untuk menantangmu!” teriaknya.
Dari dalam gua, Bima keluar dengan angkuh. “Siapa yang berani mengganggu ketenanganku?” suaranya menggema, seolah menggetarkan dinding gua. Ia adalah penyu raksasa dengan mata yang tajam dan cangkang berkilau di bawah sinar rembulan.
“Aku Arga, keturunan dari guru silat yang telah kau kenal! Aku di sini untuk melawanmu dan mengembalikan kedamaian di lautan!” jawab Arga, mencoba menunjukkan keberanian meskipun jantungnya berdegup kencang.
Bima tertawa, suaranya menggema di seluruh pulau. “Kau anak muda, seharusnya kau tahu bahwa hanya sedikit yang bisa mengalahkanku. Tapi jika kau berani, hadapi aku!”
Dengan itu, pertarungan dimulai. Arga mengambil posisi silatnya, bersiap untuk menyerang. Di satu sisi, Bima meluncur maju dengan kecepatan luar biasa, mengayunkan cangkangnya untuk menyerang Arga.
Arga menghindar dengan cepat, bergerak lincah seperti angin. Ia mencoba menyerang dengan telapak tangan terbuka, seperti yang diajarkan kakeknya, namun serangan itu hanya melambung di atas cangkang Bima yang keras.
“Tidak cukup cepat, anak muda!” Bima mendorong, membuat Arga terjungkang ke tanah. Namun, Arga tidak menyerah. Ia bangkit dan mengatur napasnya.
Dia berfokus dan menggunakan teknik yang dia ajarkan kakeknya, “Gerakan Naga Meluncur.” Dengan serangkaian tendangan dan serangan yang memikat, Arga merangsek mendekati Bima, mencoba untuk memecah pertahanan lawannya.
Bima segera merespons, berputar dan mencoba membalas serangan dengan serangan balik yang brutal. Mereka bertukar pukulan dalam pertempuran hebat yang menggetarkan tanah pulau. Arga merasa kelelahan, tetapi dia tidak bisa mundur. Dia mengingat ajaran Naga Laut dan niatnya untuk menyelamatkan desa dan lautan.
Ketika Bima mencoba serangan terakhirnya, Arga tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan kelincahannya. Dia melompat tinggi, melewati cangkang Bima, dan dengan penuh kekuatan dan fokus, dia menghantam bagian bawah cangkang dengan serangan kuat dari kedua kakinya.
Bima terjatuh, tersentak dengan kekuatan serangan itu, dan Arga segera berdiri di hadapannya. “Bima, akui kekalahanmu! Berhentilah merusak keseimbangan lautan!” seru Arga dengan suara penuh keyakinan.
Dengan napas yang berat dan kesadaran bahwa sudah waktunya untuk berubah, Bima menatap Arga dan mengangguk. “Baiklah, anak muda. Aku mengakui kekalahanku. Tapi ingat, bukan setiap pertempuran harus diakhiri dengan darah. Mungkin ada cara lain.”
Arga merasa lega. “Kita bisa mencari jalan damai! Kembalikan pedang pusaka yang kau miliki, dan mari kita jaga lautan bersama!”
Dengan itu, Bima menyerahkan pedang pusaka yang terbuat dari karang yang indah. “Aku akan mengikuti kata-katamu, Arga. Lautan harus dilindungi, dan aku akan berusaha untuk memperbaiki kesalahan ini.”
Dengan pedang pusaka di tangan, Arga merasa bangga. Pertama dari tiga tantangan telah dilalui. Namun, dia juga tahu akan ada lebih banyak rintangan yang harus dihadapi. Pelajaran dari Bima akan menjadi bekal untuk perjalanan selanjutnya.
Arga menyeberangi pulau, kini dengan tekad dan rencana untuk mencari musuh berikutnya — Serigala Pasir di gua kegelapan. Dengan semangat yang membara, Arga siap untuk melanjutkan perjuangannya demi lautan yang damai.
Akhir Episode 2. Bersambung …